DEFINISI TEKNOLOGI
PEMBELAJARAN BERDASARKAN
SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami
beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi
pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang
Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi
Pembelajaran.
1.
Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah
cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan
mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup
kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses
belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam
lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen
dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan
praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif
untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah
komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar
bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong
terjadinya peningkatan pembelajaran.
Menurut Januszewski dan Persichitte,
pada definisi ini terdapat tiga peralihan konseptual utama yang memberikan
kontribusi pada formulasi pelbagai pengertian TP sebagai suatu teori: 1)
Penggunaan konsep “proses” daripada konsep “produk”; 2) penggunaan istilah
“pesan” dan “instrumentasi media” daripada “bahan” dan “mesin”; dan 3)
pengenalan pada bagian-bagian teori belajar dan teori komunikasi. Memahami tiga
gagasan tersebut dan dampaknya antara satu dengan lainnya merupakan kunci
penting untuk memahami gagasan TP tahun 1963.
2.
Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum,
teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi
pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan
usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan
proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian
tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi
sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan
khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran
B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi
pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian
tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
3. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah
pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan)
komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar)
serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara
sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth
Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang
dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia.
Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian,
disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula
sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup :
perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.
Definisi ini berbeda dengan definisi
sebelumnya dalam tiga hal: pertama, pandangan tentang
pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih
diartikan pada pengembangan potensi manusia sedangkan pada definisi Silber,
istilah pengembangan bersifat terbuka memuat perancangan, produksi, pemanfaatan
dan evaluasi teknologi untuk pembelajaran; Kedua, definisi 1970, demikian pula
definisi 1963, beranggapan bahwa TP bersifat man-machine system dan itu
berkaitan dengan bahan. Sedangkan definisi ini tidak hanya demikian tetapi juga
merubah skup TP dengan menambah komponen bidang ini seperti teknik dan latar.
Dan terakhir,
gagasan tentang TP sebagai upaya problem solving merupakan sumbangsih original
Silber, dan itu merupakan inti dari definisi tersebut. Ide ini kemudian banyak
diadopsi oleh definisi selanjutnya.
4. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan
studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi
istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie
dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi
lebih berorientasi pada proses.
5. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya
merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan
sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu
bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui
usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan
pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas
keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk
menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini
mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
6. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses
kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan
organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha
mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya,
kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu
teori.
7. Definisi AECT 1994
“ Teknologi Pembelajaran adalah
teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta
evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang
lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam.
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu
bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan
praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan
bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini
berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
8.
Definisi AECT (2004)
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang pendidikan, psikologi dan
komunikasi-informasi, TP sebagai bidang ilmu juga semakin berkembang. Demikian
pula dengan definisinya juga mengalami perbaikan. Hal itu juga tidak dapat
dilepaskan dari evaluasi dan kritik terhadap definisi 1994.
Kritik
utama yang ditujukan pada definisi 1994 adalah bahwa TP tampak terlalu
berpendakatan sistem dalam mengembangkan pembelajaran dan itu terlalu membatasi
mainstrem guru, administrator sekolah, peneliti dan juga para sarjana TP.
Karenanya, definisi 1994 direvisi dengan definisi 2004 sebagaimana dirumuskan
berikut ini:
“Studi dan praktik yang berlandaskan
etika dalam menfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan,
penggunaan, dan pengelolaan pelbagai proses dan sumber teknologi yang tepat”.
Pada definisi yang terbaru ini,
gagasan tentang etika mulai dimasukkan. Sebagaimana kritik terhadap definisi
1994, mainstrem ilmuan, teknolog, dan praktisi TP begitu dibatasi dalam
pendekatan sistem yang memang demikianlah salah satu karakteristik teknologi,
sehingga menyebabkan TP demikian tidak luwes dan kehilangan sisi kemanusiaan
dalam pelbagai domainnya. Karenanya, diharapkan landasan etika yang menjadi
sumbangsih utama definisi terbaru ini bisa menanggulangi, meminjam istilah
Prof. Dimayati, “keterbudakan teknologi” dalam pembelajaran.
Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi
pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran
mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya
dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada
praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk,
dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran
telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan
komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin
terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi
yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan
efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan
profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan
belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan,
maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang
sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran,
baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan
tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja
melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa
para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi
pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
A. Metode Kaum Sofi.
Perkembangan dari berbagai metoda pengajaran
merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa
pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan
memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama.
Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula mula
mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang,
kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara
bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika
ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian
menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum Sofi didasarkan atas;
1. Bahwa manusia
itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap
demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah
permbeelajaran dapat diarahkan secara efektif.
2. Bahwa proses
evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
3. Sejarah
dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4. Demokrasi dan
persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
5. Bahwa asas
teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
B. Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk
berfilsfat, metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yng
sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanny berlangung dengan
cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan pertanyaan yang
mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan
tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
C. Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa
pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk
kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban
final tetapi siswalah yang akan menyimpulka jawaban itu sendiri. Metoda ini
biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.
D. Metoda Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem
Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi
pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang
meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas
kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan
pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media
pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa
menulis.
E. Metoda Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama
dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan , dan
pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang bari itu
menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan
yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapt dikatakan bahwa perintisan
ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai
pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam
kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan
berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries
untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk, posisi dan warna disain.
F. Metoda
Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan
pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan masa kanak kanak
merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya. Karena itulah
Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak –
kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel meliputi kegiatan berikuti :
1. Bermain dan
bernyanyi
2. Membentuk
dengan melakukan kegiatan.
3. Grift dan
Occupation.
G. Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya
pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama
pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang
sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang
datang dari luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar