Jumat, 06 November 2015

MAKALAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ( NKRI )

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang dilewati oleh garis katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah, beragam kebudayaan, adat istiadat,suku, ras,bahasa dan lain-;ain.
Indonesia merdeka pada tahun 1945 setelah melalui begitu banyak halangan dan rintangan. Setelah merdeka, ada beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari negara indonesia. Namun indonesia tidak begitu saja melepaskan daerah-daerah itu dengan mudah untuk mendirikan negara baru.
Keutuhan bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan adanya Pancasila, seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar belakang kebudayaan, adat istiadat, suku, ras, dan bahasa dapat dipersatukan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) secara luas untuk menambah wawasan dalam proses pembelajaran mata kuliah Pendidikan Pancasila. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, walaupun masih terdapat banyak kekurangan.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut
1.      Apa pengertian NKRI dan Hakikat Negara ?
2.      Bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia ?
3.      Bagaimana Negara Kebangsaan Pancasila ?
4.      Bagaimana Hakikat Negara Integralistik ?
5.      Apa Butiran-Butiran NKRI ?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini ialah
1.      Untuk mengetahui pengertian NKRI dan Hakikat Negara.
2.      Untuk mengetahui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.      Untuk mengetahui Negara Kebangsaan Pancasila.
4.      Untuk mengetahui Negara Integralistik.
5.      Untuk mengetahui Butiran-Butiran NKRI.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian NKRI dan Hakikat Negara

1.      Pengertian NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kesatuan berbentuk republik dengan sistem desentralisasi (pasal 18 UUD 1945), di mana pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya di luar bidang pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat Pasal 18 UUD 45 menyebutkan :
1)      Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi atas daerah profinsi dan daerah provinsi itu dibagi  atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang
2)      Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3)      Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4)      Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi.
5)      Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan        yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
6)      Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7)      Susunan dan tata cara penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

2.      Hakikat Negara

Pengertian Negara. Manusia dalam merealiasisikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Menurut Harold J. Laski, bahwa negara adalah suatu masyarakat yang intregasikan karena memiliki wewenang yang bersifat Mamasa yang secara sah lebih tinggi dari pada individu atau kelompok-kelompok yang ada dalam negara, jikalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh kelompok ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat mengikat dan memaksa. Berdasarkan  pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara adalah: wilayah, rakyat (penduduk), pemerintahan, dan kedaulatan (Budiraharjo, 1981: 42-44.

B.     Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )

Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya di dunia memiliki suatu cara khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang beraneka ragam sebagai suatu unsur. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok, adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu agama Indonesia juga tersusun atas unsur-unsur wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga dalam membentuk negara Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai unsur yang beraneka ragam tersebut dalam suatu negara.
Berdasarkan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu yang karena ditentukan oleh keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu negara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta Negara yang Bersifat Integralistik. Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam bukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV. Dasar nilai filosofis negara dalam hubungannya dengan bentuk negara, sebagaimana terkandung dalam Pasal (1)  Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sebagai suatu kajian hermeneutis, pandangan tentang paham berbentuk negara yang dikemukakan tatkala bangsa Indonesia mendirikan negara, yaitu dalam Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Sebagaimana dijelaskan di atas Soepomo mengemukakan pandangannya dengan membahas tiga teori bentuk negara besar di dunia, yaitu (1) aliran negara yang menyatakan bahwa negara terdiri atas teori perseorangan (individualisme), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousscau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski (2) Aliran lain adalah teori ‘golongan’ dari negara (class theory) sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engles, dan Lenin. (3) Aliran negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Pendapat Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan Soekarno, M. Hatta dan Yamin, yang menekankan pentingnya integrasi baik individu maupun masyarakat. Para pendiri Republik ini menyakini dan menyadari bahwa filsafat individualisme-liberalisme tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Esensi negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Hakikat negara persatuan adalah masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini negara tidak memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memberi dan menerima antar warganya. Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial sebagai basis ontologi negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja bagi kepentingan seluruh rakyat. Masyarakat adalah produk dari interaksi antara segenap golongan yang ada didalamnya. Dengan demikian negara adalah produk dari interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang demikian maka ‘logic in it self’  bahwa negara mengatasi setiap golongan  yang ada dalam setiap golongan yang ada dalam masyarakat (Besar, 1995: 84).

1.      Hakikat Bentuk Negara

Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam usut yang membentuknya yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila sebagi suatu negara kesatuan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat. Ditegaskan kembali Pokok Pikiran Pertama “....bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.” Hakikat negara kesatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku bangsa, golongan, kebudayaan, serta agama.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’  lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam  berita Republik Indonesia  Tahun II No. 7 , bahwa bangsa Indonesai mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran ‘Negara Persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara Persatuan’ bukanlah negara berdasarkan indivualisme, sebagaimana diterapkan di negara liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan individu saja.
Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia. Hakikat makna Bhinneka Tunggal Ika  yang memberikan sesuatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta karakter berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan, yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk dipersatukan disintesiskan dalam suatu sintesis yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan Indonesia (Notonegoro, 1975: 106)

2.      NKRI adalah Negara Kebangsaan

Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk Tuhan YME yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Sebagaimana dijelaskan di depan, menurut Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik internasional yaitu suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan, berlangsung melalui tiga fase, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, negara kebangsaan zaman Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationals Staat, atau suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan (sekarang Negara Proklamasi 17 Agustus 1945).

a.       Hakikat Bangsa
Manusia sebagai makhluk Tuhan YME pada hakikatnya memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah suatu manifestasi kepentingan individu saja yang diikat secara imperatif dengan suatu peraturan perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh negara liberal. Demikian juga suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang menenggelamkan hak-hak individu sebagaimana terjadi pada bangsa sosialis komunistis.

b.      Teori Kebangsaan
Dakam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai ‘Nation’, terdapat berbagai macam teori besar yang merupakan bahan komporasi bagi proses pendirian negara Indonesia, untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri.

C.    Negara Kebangsaan Pancasila

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut:
a.       Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
b.      Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
c.       Kesatuan Kebudayaan: Walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi, kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya.
d.      Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencapai penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah Indonesia.
e.       Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan  filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila (Notonegoro, 1975:106).

D.    Hakikat Negara Integralistik

Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut membentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia, Soepomo pada sidang pertama BPUPKI tanggal 31 Maret 1945, mengusulkan tentang paham integralistik yang dalam kenyataan objektivnya berakar pada budaya bangsa. Pemikiran Soepomo tentang negara integralistiktersebut adalah sebagai berikut:
“Maka semangat kebatinan, struktur kerokhanian dari bangsa Indonesia bersifat dan cita-cita persoalan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai golongan manusia itu tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodratnya dan segala-segalanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari seseorang yang lain atau dunia luar, dari golongan manusia, maka segala sesuatu bercampur baur bersangkut paut, segala sesuatu berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut paut” (Sekretariat Negara, 1995).
Kesatuan integral bangsa bangsa dan negara Indonesia dipertegas dalam pokok pikiran pertama, “....Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian yang demikian ini maka manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang saling tergantung, sehingga hakikat manusia itu bukanlah total individu dan juga bukan total makhluk sosial. Relasi yang saling tergantung tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah merupakan suatu suatu totalitas makhluk individu dan makhluk sosial. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama adalah terwujud dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan integralistik (Besar, 1995: 77, 78). Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar. Negara dan bangsa adalah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan azas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak pada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”, nilai religius, serta keserasian (Parieta, 1995:274).
Pemikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas pulau-pulau keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun bathin.

1.      Hubungan antara Individu dan Negara

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk jasmani rokhani, makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, serta manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Keseluruhan unsur hakikat manusia tersebut adalah merupakan suatu totalitas yang bersifat ‘majemuk tunggal’ atau ‘monopluralis’. Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang merupakan sifat dasar dari totalitas manusia dalam negara. Dalam negara sebagai suatu totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang senantiasa berelasi antara satu dengan lainnya. Relasi yang memacu ke arah terbentuknya kebersamaan yang bersifat totalitas hanyalah relasi yang ekuivalensi, yaitu di satu sisi mengandung kemiripan atau kesamaan. Kemiripan membuat subjek saling membutuhkan dengan lain perkataan ‘saling tergantung’. Perpaduan antara ‘saling relevan’ dengan ‘saling tergantung’ inilah yang menggerakkan terjadinya interaksi antar subjek serta tanggapan yang memadai terhadap kondisi saling tergantung adalah ‘saling memberi’ antar subjek, bilamana mereka menghendaki terpeliharanya eksistensinya dalam negara. Hanya dengan perantara interaksi antar subjek dengan saling memberi serta saling tergantung, maka dapat memelihara eksistensinya dalam kebersamaan. Hal ini telah terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam ungkapan-ungkapan, “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”, “Persatuan Indonesia”, “Wawasan Nusantara”, serta “Bhinneka Tunggal Ika”.
Totalitas dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik pada manusia (1) manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya maupun dengan lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara kodrat adalah memberi kepada lingkungannya. (Besar, 1995: 77, 78).
Jati diri integralistik Indonesia memang sebagai suatu paham tersendiri di samping paham-paham besar dunia yaitu individualisme, liberalisme, dan sosialisme-komunisme.

2.      Hubungan antara Masyarakat dan Negara

Negara adalah produk dari masyarakat, karena negara merupakan lembaga kemasyarakatan. Dalam pengertian negara sebagai suatu totalitas, masyarakat itu dalam dirinya bersemayam hasrat mengorganisasikan diri, sehingga ‘organisasi’ dan ‘ketaatan’ adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat negara. Organisasi terjadi secara alami berkat dorongan batin, sedang ketaatan sebagai konsekuensi logis dari organisasi negara. Hal ini dikarenakan dalam negara antara individu senantiasa terdapat hubungan saling ketergantungan dan saling memberi. Negara pada hakikatnya merupakan lembaga keterorganisasian diri masyarakat. Oleh karena itu, betapapun masyarakat terdiri dari golongan-golongan, kelompok-kelompok, suku bangsa-suku bangsa, namun secara keseluruhan mengungkapkan suatu totalitas yang di dalamnya terkandung roh persatuan, yaitu perbedaan antara golongan tidak dilarutkan namun dikorelasikan oleh interaksi saling memberi, serta oleh sintesis yang positif.
Negara pada hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan kewibawaannya dan ia angkat untuk menata dan mengatur dirinya dalam mencapai kesejahteraan bersama dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah maka negara memandang masyarakat bukan sebagai objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat dipandang sebagai pertumbuhan bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya. Maka kesatuan dalam masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga batiniah.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa negara pada hakikatnya adalah masyarakat itu sendiri, oleh karena itu negara untuk semua golongan, semua bagian, dan semua rakyat.
Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
2)      Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
3)      Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.
4)      Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
5)      Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
6)      Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
7)      Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
8)      Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
9)      Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan (Yamin, 1959).

E.     Butiran-Butiran NKRI

1.      NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa

Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah Tuhan adalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.
Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan, maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memgang teguh cita-cita kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan dengan segala hak dan kewajibannya.
Negara tidak memaksakan agama. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi  manusia yang paling mutlak karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap umat beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap warga negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa

Penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik material maupun spiritual. Hal ini ditegaskan oleh Moh. Hatta, bahwa sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini maka politik negara mendapat dasar moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang memimpin kerohanian rah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.

Hubungan Negara dengan Agama
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai warga hidup bersama berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah kepada Tuhan Ynang Maha Esa. Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya adalah terwujud dalam agam. Negara adalah produk manusia sehingga merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang bersifat mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kwajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketaqwaannya terhadap Tuhannya, sedangkan dalam negara manusia memiliki hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain.

1)      Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1) yang intinya bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan.
Negara Pancasila pada hakikatnya megatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing.

2)      Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi

Hubungan negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan.

3)      Hubungan Negara dengan Agama Menurut Sekularisme

Paham sekularisme membedakan dan memisahkan antara agama dan negara. Sekularisme berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian hubungan manusia dengan manusia, adapun agama adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Negara adalah urusan hubungan horizontal antara manusia dalam mencapai tujuannya, adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam negaa sekuler membedakan antara negara dengan agama, namun lazinya warga negara diberikan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.

Paham Liberal
Manusia menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam pengertian inilah maka dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Negara menurut liberalisme harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu maka manusia secara bersama-sama mengatur negara.
Atas dasar fundamental hakikat manusia tersebut maka dalam kehidupan masyarakat bersama yang disebut negara, kebebasan individu sebagai basis demokrasi, bahkan hal ini merupakan unsur yang fundamental. Liberalisme tetap pada suatu prinip bahwa rakyat adalah merupakan ikatan dari individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara.

4)      Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme

Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Negara adalah merupakan alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis.
Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan kenegaraan  terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-individu sebagai warga negaranya. Dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara degan agama atau bersifat sekuler.

Paham Sosialisme Komunis
Komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukannya individualitas. Hak milik individualitas diganti dengan hak milik kolektif, individualism diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme demokrasi individualis itu tidak ada, yang ada adalah hak komunal.
Hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif, sehingga hak individual pada hakikatnya adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.

2.      NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sita kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk Tuhan YME. Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara, asas kerokhanian, struktur dan keadaan negara harus koheren dengan hakikat manusia yang adi dan beradab. Struktur dan keadaan  negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara, (4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat, rakyat dan, bangsa (bandingkan Notonagoro, 1975).  Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat manusia yang adil dan beradab. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, berkeadilan, berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
Kebangsaan berdasarkan Pancasila mengakui dan mendasarkan kebangsaan pada berkemanusiaan.

3.      NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan

Negara Indonesia adalah Negara Persatuan, dalam arti bahwa negara adalah merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuk negara baik individu maupun masyarakat sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia. Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur dirinya dalam mencapai tujuan hidupnya.  Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-individu sosial sebagai basis ontologis negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan YME.
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa.

4.      NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan

Negara menurut filsafat pancasilaadalah dari oleh dann untuk rakyat. Hakikat rakyat adalah sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup dalam satu wilayah negara. Di berbagai negara, sistem demokrasi diterapkan misalnya Perdana Menteri dipilih oleh parlemen. Berdasarkan berbagai teori dan konsep pemikiran demokrasi dan praktis demokrasi, maka demokrasi seyogyanya dipahami dan perspektif yang komprehensif, yaitu meliputi aspek filosofis, normatif, dan praktis. Aspek filosofis menyangkut dasar filosofis demokrasi yang menjadi dasar hakikat sesuai dengan landasan ontologis. Aspek normatif menyangkut bagaimana norma-norma sebagai asa dan aturan dalam demokrasi dikembangkan berlandaskan dasar filosofis masyarakat, bangsa, dan negara.

1)      Bentuk- bentuk demokrasi
Dalam suatu negara misalnya diterapkan demokrasi dengan sistem presidensial dan sistem parlementer. Sistem presidensial adalah sistem yang menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini presiden merupakan kepala eksekutif sekaligus kepala negara. Yang menerapkan sitem ini adalah negara Amerika dan negara Indonesia. Sedangkan sistem parlementer menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif berada ditangan perdana menteri, dan kepala negara beradaditangan ratu. Yang menerapkan sistem ini seperti Inggris, India, dan lain-lain.

2)      Demokrasi Perwakilan Liberal

Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas artinya kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi. Menurut Held (1995:10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan adalah jaminan kebebasan secara individual, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan kebebasan anti agama. Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam.

3)      Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi ini dilaksanakan di negara-negar komunis seperti Rusia, China, Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demookrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, ddan akhirnay kapitalislah yang menguasai negara. Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada prinsipnya denagn suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis. Transisi menuju sosialisme dan komunisme memerlikan kepemimpinan yang profesional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947, dalam Held, 1995). Berdasarkan teori tersebut, praktek demokrasi merupakan kekuasaan berada ditangan rakyat. Yang di maksud dengan demokrasi deliberatif secara istilah berarti “konsultasi”, “menimibang-nimbang”, atau yang sangat populer dalam politik disebut dengan istilah musyawarah.  Jadi, dalam pelaksanaan demokrasi tidak hanya didasarkan atas prinsip kuantitas metematis belaka, melainkan dalam berbagai aspek ditentukan dengan musyawarah, dengan berbagai pertimbangan akan tetapi paradigmanya demi kesejahteraan rakyat.

Negara kebangsaan yang bekerdaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, berarti bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan dilakukan menurut UUD. Negar kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi monodualis yang berarti bahwa individu sebagai makhluk sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan pada kodrat manusia sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya mengakui manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi ini mengembangkan demokrasi kebersamaan, berdasarkan asas kekeluargaan kebebasan individu dalam rangka kesejahteraan bersama.

4)      Demokrasi Indonesia dan Tujuan Negara Kesejahteraan Rakyat

Tujuan negara dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Hal inilah yang merupakan cita-cita ideal filosofis bagi negara Indonesia (Assiddiqie). Nampaknya pada reformasi ini lebh menekankan pada aspek negara hukum formal, yaitu hasil reformasi lebih utama pada aspek politik hukum. Menurut Darwin, dalam reformasi dewasa ini demokrasi dikatakan mengalami deficit yaitu perolehan atau manfaat yang diterima masyarakat denagn hadirnya demokrasi, lebih rendah dibandingkan dengan ongkos demokrasi baik dalam arti finansial yang dikeluarkan dan ditanggung oleh rakyat, maupun negara untuk menggelar pesta demokrasi tersebut. Jadi, sistem demokrasi Indonesia belum efektif, karena biaya yang dikeluarkan untuk mensejahterakan rakyat, dipaksa dikeluarkan untuk membiayai demokrasi yang kenyataannya tidak menyentuh kedaulatan rakyat. Seperti juga adanya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat, hal ini tidak sesuai dengan demokrasi menurut Filsafat Pancasila, yang mendasarkan demokrasi pada kedaulatan rakyat.

5.      NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dalam hidu bersama (Keadilan Sosial). Dalam hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa, dan negara harus terwujud suatu keadilan  (Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu: (1) keadilan distributif (keadilan membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warga negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik (Notonegoro, 1975).
Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan: “ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara kebangsaan, mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindugan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3) legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
Dalam realisasinya Pembangunan Nasional adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan negara, sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara. Dalam realisasinya pemerintah mengembangkan Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur dan menjalankan roda pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila, seharusnya tidak meninggalkan hakikat negara persatuan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, karena praktek otonomi daerah yang tidak mendasarkan pada prinsip negara persatuan dewasa ini menimbukan disparitas di bidang ekonomi, sosial, politik bahkan kebudayaan. Prinsipnya berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip demokrasi melalui otonomi daerah harus tetap diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap meletakkan pada prinsip persatuan.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir bersamaan dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Oleh karena itu, Proklamasi dan UUD 1945 sekaligus sebagai landasan NKRI.
Sebagai negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki kedaulatan akan wilayah yang jelas serta pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaulat tanpa pengaruh dari negara lain.
Dinamika NKRI, mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad mempertahankan keutuhan NKRI, dari berbagai ancaman dan gangguan yang membahayakan eksistensi NKRI sebagai negara yang berdaulat.

B.     Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
Al-Hakim, Suparlan, dik. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang
http://bananaminions.blogspot.co.id/2015/04/negara-kesatuan-republik-indonesia.html