BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang dilewati oleh garis
katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah, beragam kebudayaan,
adat istiadat,suku, ras,bahasa dan lain-;ain.
Indonesia
merdeka pada tahun 1945 setelah melalui begitu banyak halangan dan rintangan.
Setelah merdeka, ada beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari negara
indonesia. Namun indonesia tidak begitu saja melepaskan daerah-daerah itu
dengan mudah untuk mendirikan negara baru.
Keutuhan
bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan adanya
Pancasila, seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar belakang
kebudayaan, adat istiadat, suku, ras, dan bahasa dapat dipersatukan.
Dalam
makalah ini kami membahas tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
secara luas untuk menambah wawasan dalam proses pembelajaran mata kuliah
Pendidikan Pancasila. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, walaupun
masih terdapat banyak kekurangan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa
pengertian NKRI dan Hakikat Negara ?
2. Bagaimana
Negara Kesatuan Republik Indonesia ?
3. Bagaimana
Negara Kebangsaan Pancasila ?
4. Bagaimana
Hakikat Negara Integralistik ?
5. Apa
Butiran-Butiran NKRI ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini ialah
1. Untuk
mengetahui pengertian NKRI dan Hakikat Negara.
2. Untuk
mengetahui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Untuk
mengetahui Negara Kebangsaan Pancasila.
4. Untuk
mengetahui Negara Integralistik.
5. Untuk
mengetahui Butiran-Butiran NKRI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
NKRI dan Hakikat Negara
1. Pengertian
NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
merupakan negara kesatuan berbentuk republik dengan
sistem desentralisasi (pasal 18 UUD 1945), di mana pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya di luar bidang pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat
Pasal 18 UUD 45 menyebutkan :
1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi
atas daerah profinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang
2)
Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten
dan kota mengatur dengan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.
3)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4)
Gubernur, Bupati dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota
dipilih secara demokrasi.
5)
Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah pusat.
6)
Pemerintahan daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.
7)
Susunan dan tata cara penyelenggaran
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
2. Hakikat
Negara
Pengertian
Negara. Manusia dalam merealiasisikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya
tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai
makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam
pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
negara. Menurut Harold J. Laski, bahwa negara adalah suatu masyarakat yang
intregasikan karena memiliki wewenang yang bersifat Mamasa yang secara sah
lebih tinggi dari pada individu atau kelompok-kelompok yang ada dalam negara,
jikalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh kelompok
ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat mengikat dan memaksa.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka
unsur-unsur negara adalah: wilayah, rakyat (penduduk), pemerintahan, dan
kedaulatan (Budiraharjo, 1981: 42-44.
B.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )
Bangsa
Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya di dunia memiliki suatu cara khas
yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk
suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai
adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang beraneka ragam sebagai
suatu unsur. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok,
adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu agama Indonesia juga tersusun
atas unsur-unsur wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga
dalam membentuk negara Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai
unsur yang beraneka ragam tersebut dalam suatu negara.
Berdasarkan
ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu yang
karena ditentukan oleh keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa ini
mendirikan suatu negara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara
Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta Negara yang Bersifat Integralistik.
Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam bukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV.
Dasar nilai filosofis negara dalam hubungannya dengan bentuk negara, sebagaimana terkandung dalam Pasal (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “ Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sebagai suatu kajian
hermeneutis, pandangan tentang paham berbentuk negara yang dikemukakan tatkala
bangsa Indonesia mendirikan negara, yaitu dalam Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei
1945. Sebagaimana dijelaskan di atas Soepomo mengemukakan pandangannya dengan
membahas tiga teori bentuk negara besar di dunia, yaitu (1) aliran negara yang
menyatakan bahwa negara terdiri atas teori perseorangan (individualisme),
sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousscau, Herbert
Spencer, dan Harold J. Laski (2) Aliran lain adalah teori ‘golongan’ dari
negara (class theory) sebagaimana
diajarkan oleh Marx, Engles, dan Lenin. (3) Aliran negara integralistik yang
diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Pendapat
Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan Soekarno, M. Hatta dan
Yamin, yang menekankan pentingnya integrasi baik individu maupun masyarakat.
Para pendiri Republik ini menyakini dan menyadari bahwa filsafat
individualisme-liberalisme tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
Esensi
negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontologis tentang hakikat
manusia sebagai subjek pendukung negara. Hakikat negara persatuan adalah
masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini negara tidak memandang masyarakat
sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber
genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh
bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya
kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memberi dan menerima antar
warganya. Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari
negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur
negara yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia
individu-makhluk sosial sebagai basis ontologi negara kesatuan itu adalah merupakan
kodrat yang diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi semua golongan yang ada
dalam masyarakat, negara tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja
bagi kepentingan seluruh rakyat. Masyarakat adalah produk dari interaksi antara
segenap golongan yang ada didalamnya. Dengan demikian negara adalah produk dari
interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang
demikian maka ‘logic in it self’ bahwa negara mengatasi setiap golongan yang ada dalam setiap golongan yang ada dalam
masyarakat (Besar, 1995: 84).
1.
Hakikat Bentuk Negara
Bangsa
dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam usut yang membentuknya
yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan Pancasila sebagi suatu negara kesatuan sebagaimana
termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan
Rakyat. Ditegaskan kembali Pokok Pikiran Pertama “....bahwa negara Indonesia
adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.” Hakikat negara kesatuan dalam pengertian ini adalah negara yang
merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang
terdiri atas berbagai macam etnis, suku bangsa, golongan, kebudayaan, serta
agama.
Pengertian
‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam
Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam
berita Republik Indonesia Tahun
II No. 7 , bahwa bangsa Indonesai mendirikan negara Indonesia dipergunakan
aliran ‘Negara Persatuan’ yaitu
negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara
Persatuan’ bukanlah negara berdasarkan indivualisme, sebagaimana diterapkan di
negara liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan individu saja.
Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana
diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka
ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan
bangsa Indonesia. Hakikat makna Bhinneka
Tunggal Ika yang memberikan sesuatu
pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta
karakter berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas
beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah
merupakan suatu persatuan, yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk
Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk dipersatukan disintesiskan dalam suatu
sintesis yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan
Indonesia (Notonegoro, 1975: 106)
2.
NKRI adalah Negara Kebangsaan
Bangsa
Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk
Tuhan YME yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki
kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang
lain. Sebagaimana dijelaskan di depan, menurut Yamin, bangsa Indonesia dalam
merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik internasional yaitu
suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan, berlangsung
melalui tiga fase, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, negara kebangsaan zaman
Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan
lama, dan kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationals Staat, atau suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara
kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan (sekarang Negara Proklamasi 17
Agustus 1945).
a.
Hakikat Bangsa
Manusia
sebagai makhluk Tuhan YME pada hakikatnya memiliki sifat kodrat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah suatu manifestasi
kepentingan individu saja yang diikat secara imperatif dengan suatu peraturan
perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh negara liberal. Demikian juga
suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang menenggelamkan
hak-hak individu sebagaimana terjadi pada bangsa sosialis komunistis.
b.
Teori Kebangsaan
Dakam
tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai ‘Nation’, terdapat berbagai macam teori besar
yang merupakan bahan komporasi bagi proses pendirian negara Indonesia, untuk
mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri.
C.
Negara
Kebangsaan Pancasila
Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, sejak
zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing
selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat
kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri dari
beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut
bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan
itu justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan
kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman
itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Adapun
unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai
berikut:
a.
Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah,
zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928
dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
b.
Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia
terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga
setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya
mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa tentang
kemerdekaan.
c.
Kesatuan Kebudayaan: Walaupun bangsa
Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhannya itu
merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi, kebudayaan
nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas akar-akar kebudayaan daerah
yang menyusunnya.
d.
Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari
mencapai penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah
Indonesia.
e.
Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini
sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup
dan filsafat hidup yang berakar dari
pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila
(Notonegoro, 1975:106).
D.
Hakikat
Negara Integralistik
Pancasila
sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara pada hakikatnya merupakan suatu asas
kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa
Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut membentuk suatu kesatuan integral
sebagai suatu bangsa yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu
persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam
suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia, Soepomo pada sidang
pertama BPUPKI tanggal 31 Maret 1945, mengusulkan tentang paham integralistik
yang dalam kenyataan objektivnya berakar pada budaya bangsa. Pemikiran Soepomo
tentang negara integralistiktersebut adalah sebagai berikut:
“Maka
semangat kebatinan, struktur kerokhanian dari bangsa Indonesia bersifat dan
cita-cita persoalan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin,
antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala
manusia sebagai golongan manusia itu tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup
di dunia dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri
menurut kodratnya dan segala-segalanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan
bathin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari seseorang yang lain atau
dunia luar, dari golongan manusia, maka segala sesuatu bercampur baur
bersangkut paut, segala sesuatu berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut
paut” (Sekretariat Negara, 1995).
Kesatuan
integral bangsa bangsa dan negara Indonesia dipertegas dalam pokok pikiran
pertama, “....Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia”. Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari
sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian
yang demikian ini maka manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang saling
tergantung, sehingga hakikat manusia itu bukanlah total individu dan juga bukan
total makhluk sosial. Relasi yang saling tergantung tersebut menunjukkan bahwa
manusia adalah merupakan suatu suatu totalitas makhluk individu dan makhluk
sosial. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama adalah terwujud
dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan integralistik (Besar, 1995: 77, 78).
Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara
adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara
mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak
memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan
terbesar. Negara dan bangsa adalah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan
tersebut.
Paham
integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan azas kebersamaan
hidup, mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu maupun
masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak pada
yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya
terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”, nilai religius, serta keserasian
(Parieta, 1995:274).
Pemikiran
negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak
membentuk suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai
individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku
bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas pulau-pulau keseluruhannya itu
merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun bathin.
1.
Hubungan antara Individu dan Negara
Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk jasmani rokhani, makhluk pribadi dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, serta manusia adalah makhluk individu dan makhluk
sosial. Keseluruhan unsur hakikat manusia tersebut adalah merupakan suatu
totalitas yang bersifat ‘majemuk tunggal’ atau ‘monopluralis’. Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial yang merupakan sifat dasar dari totalitas manusia dalam negara.
Dalam negara sebagai suatu totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang
senantiasa berelasi antara satu dengan lainnya. Relasi yang memacu ke arah
terbentuknya kebersamaan yang bersifat totalitas hanyalah relasi yang
ekuivalensi, yaitu di satu sisi mengandung kemiripan atau kesamaan. Kemiripan
membuat subjek saling membutuhkan dengan lain perkataan ‘saling tergantung’.
Perpaduan antara ‘saling relevan’ dengan ‘saling tergantung’ inilah yang
menggerakkan terjadinya interaksi antar subjek serta tanggapan yang memadai
terhadap kondisi saling tergantung adalah ‘saling memberi’ antar subjek,
bilamana mereka menghendaki terpeliharanya eksistensinya dalam negara. Hanya
dengan perantara interaksi antar subjek dengan saling memberi serta saling
tergantung, maka dapat memelihara eksistensinya dalam kebersamaan. Hal ini
telah terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam ungkapan-ungkapan, “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”,
“Persatuan Indonesia”, “Wawasan Nusantara”, serta “Bhinneka Tunggal Ika”.
Totalitas
dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik pada manusia
(1) manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya
maupun dengan lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara kodrat adalah
memberi kepada lingkungannya. (Besar, 1995: 77, 78).
Jati
diri integralistik Indonesia memang sebagai suatu paham tersendiri di samping
paham-paham besar dunia yaitu individualisme, liberalisme, dan
sosialisme-komunisme.
2.
Hubungan antara Masyarakat dan Negara
Negara
adalah produk dari masyarakat, karena negara merupakan lembaga kemasyarakatan.
Dalam pengertian negara sebagai suatu totalitas, masyarakat itu dalam dirinya
bersemayam hasrat mengorganisasikan diri, sehingga ‘organisasi’ dan ‘ketaatan’
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat negara. Organisasi
terjadi secara alami berkat dorongan batin, sedang ketaatan sebagai konsekuensi
logis dari organisasi negara. Hal ini dikarenakan dalam negara antara individu
senantiasa terdapat hubungan saling ketergantungan dan saling memberi. Negara
pada hakikatnya merupakan lembaga keterorganisasian diri masyarakat. Oleh
karena itu, betapapun masyarakat terdiri dari golongan-golongan,
kelompok-kelompok, suku bangsa-suku bangsa, namun secara keseluruhan
mengungkapkan suatu totalitas yang di dalamnya terkandung roh persatuan, yaitu
perbedaan antara golongan tidak dilarutkan namun dikorelasikan oleh interaksi
saling memberi, serta oleh sintesis yang positif.
Negara
pada hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara adalah
masyarakat itu sendiri. Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan
kewibawaannya dan ia angkat untuk menata dan mengatur dirinya dalam mencapai
kesejahteraan bersama dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah maka negara
memandang masyarakat bukan sebagai objek yang berada di luar negara, melainkan
sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat dipandang sebagai pertumbuhan
bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya. Maka kesatuan dalam
masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga batiniah.
Negara
mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak memihak pada
salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini
sebagai konsekuensi bahwa negara pada hakikatnya adalah masyarakat itu sendiri,
oleh karena itu negara untuk semua golongan, semua bagian, dan semua rakyat.
Berdasarkan
pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah
sebagai berikut:
1)
Negara merupakan suatu susunan
masyarakat yang integral.
2)
Semua golongan, bagian dan anggotanya
berhubungan erat satu dengan lainnya.
3)
Semua golongan, bagian dan anggotanya
merupakan persatuan masyarakat yang organis.
4)
Yang terpenting dalam kehidupan bersama
adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
5)
Negara tidak memihak kepada sesuatu
golongan atau perseorangan.
6)
Negara tidak menganggap kepentingan
seseorang sebagai pusat.
7)
Negara tidak hanya untuk menjamin
kepentingan seseorang atau golongan saja.
8)
Negara menjamin kepentingan manusia
seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
9)
Negara menjamin keselamatan hidup bangsa
seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan (Yamin, 1959).
E.
Butiran-Butiran
NKRI
1. NKRI
adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Negara
Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah Tuhan adalah
sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.
Setiap
individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan, maka
bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan, demikian
pula setiap warganya juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara kebangsaan
Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memgang teguh cita-cita kemanusiaan sebagai
makhluk Tuhan dengan segala hak dan kewajibannya.
Negara
tidak memaksakan agama. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan
hak asasi manusia yang paling mutlak
karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan kodrat
sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap umat
beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya
dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari
setiap warga negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Hakikat
Ketuhanan Yang Maha Esa
Penyelenggaraan
negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik
material maupun spiritual. Hal ini ditegaskan oleh Moh. Hatta, bahwa sila
“Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan
kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara.
Dengan dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini maka politik negara mendapat
dasar moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang memimpin kerohanian rah
jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.
Hubungan
Negara dengan Agama
Negara
pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Manusia sebagai warga hidup bersama berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan
sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, ia
memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah
kepada Tuhan Ynang Maha Esa. Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya
adalah terwujud dalam agam. Negara adalah produk manusia sehingga merupakan
hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang
bersifat mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kwajiban
yang didasarkan atas keimanan dan ketaqwaannya terhadap Tuhannya, sedangkan
dalam negara manusia memiliki hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam
hubungannya dengan manusia lain.
1)
Hubungan Negara dengan Agama Menurut
Pancasila
Negara
Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan negara sekuler yang
memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat
(1) yang intinya bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan
Yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal
dari Tuhan.
Negara
Pancasila pada hakikatnya megatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama
dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Pasal
29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan
masing-masing.
2)
Hubungan Negara dengan Agama Menurut
Paham Theokrasi
Hubungan
negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara negara dengan agama
tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa
dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan.
3)
Hubungan Negara dengan Agama Menurut Sekularisme
Paham
sekularisme membedakan dan memisahkan antara agama dan negara. Sekularisme
berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian hubungan manusia
dengan manusia, adapun agama adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan
manusia dengan Tuhan.
Negara
adalah urusan hubungan horizontal antara manusia dalam mencapai tujuannya,
adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam
negaa sekuler membedakan antara negara dengan agama, namun lazinya warga negara
diberikan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.
Paham
Liberal
Manusia
menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang
utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu
memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam
pengertian inilah maka dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi
konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Negara menurut
liberalisme harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu maka manusia
secara bersama-sama mengatur negara.
Atas
dasar fundamental hakikat manusia tersebut maka dalam kehidupan masyarakat
bersama yang disebut negara, kebebasan individu sebagai basis demokrasi, bahkan
hal ini merupakan unsur yang fundamental. Liberalisme tetap pada suatu prinip
bahwa rakyat adalah merupakan ikatan dari individu-individu yang bebas, dan
ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara.
4)
Hubungan Negara dengan Agama Menurut
Paham Liberalisme
Negara
liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Negara adalah merupakan
alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sangat
ditentukan oleh kebebasan individu. Negara memberi kebebasan kepada warganya
untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak
percaya terhadap Tuhan atau atheis.
Nilai-nilai
agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan
ketentuan kenegaraan terutama peraturan
perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-individu sebagai
warga negaranya. Dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara
negara degan agama atau bersifat sekuler.
Paham
Sosialisme Komunis
Komunisme
yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa hakikat, kebebasan
dan hak individu itu tidak ada. Manusia pada hakikatnya adalah merupakan
sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukannya
individualitas. Hak milik individualitas diganti dengan hak milik kolektif,
individualism diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya hak
individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme demokrasi
individualis itu tidak ada, yang ada adalah hak komunal.
Hak
asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif, sehingga hak individual
pada hakikatnya adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya
komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.
2. NKRI
adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Negara
pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila adalah merupakan suatu
persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sita kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk Tuhan YME.
Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi
tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin.
Konsekuensinya
segala aspek dalam penyelenggaraan negara, asas kerokhanian, struktur dan
keadaan negara harus koheren dengan hakikat manusia yang adi dan beradab.
Struktur dan keadaan negara tersebut
adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara,
(4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat, rakyat
dan, bangsa (bandingkan Notonagoro, 1975).
Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang berkemanusiaan yang Adil
dan Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat
manusia yang adil dan beradab. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang
berkemanusiaan, berkeadilan, berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
Kebangsaan
berdasarkan Pancasila mengakui dan mendasarkan kebangsaan pada berkemanusiaan.
3. NKRI
adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan
Negara
Indonesia adalah Negara Persatuan, dalam arti bahwa negara adalah merupakan
suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuk negara baik individu maupun
masyarakat sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia. Hakikat negara persatuan
bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat pada hakikatnya mewakili
diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur dirinya dalam mencapai
tujuan hidupnya. Negara kesatuan bukan
dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan
kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental.
Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-individu sosial sebagai basis
ontologis negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan
YME.
Nilai
filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci
kemajuan suatu bangsa.
4. NKRI
adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan
Negara
menurut filsafat pancasilaadalah dari oleh dann untuk rakyat. Hakikat rakyat
adalah sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup
dalam satu wilayah negara. Di berbagai negara, sistem demokrasi diterapkan
misalnya Perdana Menteri dipilih oleh parlemen. Berdasarkan berbagai teori dan
konsep pemikiran demokrasi dan praktis demokrasi, maka demokrasi seyogyanya
dipahami dan perspektif yang komprehensif, yaitu meliputi aspek filosofis,
normatif, dan praktis. Aspek filosofis menyangkut dasar filosofis demokrasi
yang menjadi dasar hakikat sesuai dengan landasan ontologis. Aspek normatif
menyangkut bagaimana norma-norma sebagai asa dan aturan dalam demokrasi
dikembangkan berlandaskan dasar filosofis masyarakat, bangsa, dan negara.
1)
Bentuk- bentuk demokrasi
Dalam
suatu negara misalnya diterapkan demokrasi dengan sistem presidensial dan
sistem parlementer. Sistem presidensial adalah sistem yang menekankan
pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden mendapatkan
mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini presiden merupakan kepala
eksekutif sekaligus kepala negara. Yang menerapkan sitem ini adalah negara
Amerika dan negara Indonesia. Sedangkan sistem parlementer menerapkan model
hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala
eksekutif berada ditangan perdana menteri, dan kepala negara beradaditangan
ratu. Yang menerapkan sistem ini seperti Inggris, India, dan lain-lain.
2)
Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip
demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas artinya kebebasan individu sebagai dasar
fundamental dalam pelaksanaan demokrasi. Menurut Held (1995:10), bahwa
demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok
untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan.
Kebebasan yang dimaksudkan adalah jaminan kebebasan secara individual, baik
dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan kebebasan anti
agama. Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi adalah
berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga
akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan
tenggelam.
3)
Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi
ini dilaksanakan di negara-negar komunis seperti Rusia, China, Vietnam, dan
lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demookrasi liberal akan menghasilkan
kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, ddan akhirnay
kapitalislah yang menguasai negara. Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis,
sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada prinsipnya denagn suatu
sistem yang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis. Transisi menuju
sosialisme dan komunisme memerlikan kepemimpinan yang profesional, dari
kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947, dalam Held, 1995). Berdasarkan
teori tersebut, praktek demokrasi merupakan kekuasaan berada ditangan rakyat.
Yang di maksud dengan demokrasi deliberatif secara istilah berarti
“konsultasi”, “menimibang-nimbang”, atau yang sangat populer dalam politik
disebut dengan istilah musyawarah. Jadi,
dalam pelaksanaan demokrasi tidak hanya didasarkan atas prinsip kuantitas
metematis belaka, melainkan dalam berbagai aspek ditentukan dengan musyawarah,
dengan berbagai pertimbangan akan tetapi paradigmanya demi kesejahteraan
rakyat.
Negara
kebangsaan yang bekerdaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, berarti bahwa
kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan
dilakukan menurut UUD. Negar kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu
negara demokrasi monodualis yang berarti bahwa individu sebagai makhluk
sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan pada kodrat manusia
sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya mengakui
manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi ini mengembangkan demokrasi
kebersamaan, berdasarkan asas kekeluargaan kebebasan individu dalam rangka
kesejahteraan bersama.
4)
Demokrasi Indonesia dan Tujuan Negara
Kesejahteraan Rakyat
Tujuan
negara dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Hal inilah yang merupakan cita-cita
ideal filosofis bagi negara Indonesia (Assiddiqie). Nampaknya pada reformasi
ini lebh menekankan pada aspek negara hukum formal, yaitu hasil reformasi lebih
utama pada aspek politik hukum. Menurut Darwin, dalam reformasi dewasa ini
demokrasi dikatakan mengalami deficit yaitu perolehan atau manfaat yang
diterima masyarakat denagn hadirnya demokrasi, lebih rendah dibandingkan dengan
ongkos demokrasi baik dalam arti finansial yang dikeluarkan dan ditanggung oleh
rakyat, maupun negara untuk menggelar pesta demokrasi tersebut. Jadi, sistem
demokrasi Indonesia belum efektif, karena biaya yang dikeluarkan untuk
mensejahterakan rakyat, dipaksa dikeluarkan untuk membiayai demokrasi yang
kenyataannya tidak menyentuh kedaulatan rakyat. Seperti juga adanya korupsi yang
dilakukan oleh para wakil rakyat, hal ini tidak sesuai dengan demokrasi menurut
Filsafat Pancasila, yang mendasarkan demokrasi pada kedaulatan rakyat.
5. NKRI
adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial
Negara
Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sifat
kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan
dalam hidu bersama (Keadilan Sosial). Dalam hidup bersama baik dalam
masyarakat, bangsa, dan negara harus terwujud suatu keadilan (Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal
yaitu: (1) keadilan distributif (keadilan
membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap negaranya
untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warga negara), yaitu
hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik
(Notonegoro, 1975).
Sebagai
suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan
Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap
warganya dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta
mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa
di masyarakat internasional bertujuan: “ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial”.
Realisasi
dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara kebangsaan,
mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam
pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus
merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu
negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan
perlindugan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3)
legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
Dalam
realisasinya Pembangunan Nasional adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan
negara, sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan
sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan
dalam pemerintahan negara. Dalam realisasinya pemerintah mengembangkan Otonomi
Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33
tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat
memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur dan menjalankan roda
pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan
asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila, seharusnya
tidak meninggalkan hakikat negara persatuan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, karena
praktek otonomi daerah yang tidak mendasarkan pada prinsip negara persatuan
dewasa ini menimbukan disparitas di bidang ekonomi, sosial, politik bahkan
kebudayaan. Prinsipnya berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip demokrasi
melalui otonomi daerah harus tetap diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu
kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap meletakkan pada prinsip persatuan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir bersamaan dengan peristiwa proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945 tanggal 18
Agustus 1945. Oleh karena itu, Proklamasi dan UUD 1945 sekaligus sebagai
landasan NKRI.
Sebagai
negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki kedaulatan akan wilayah yang
jelas serta pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaulat tanpa
pengaruh dari negara lain.
Dinamika
NKRI, mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad mempertahankan
keutuhan NKRI, dari berbagai ancaman dan gangguan yang membahayakan eksistensi
NKRI sebagai negara yang berdaulat.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Kaelan. 2014.
Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
Al-Hakim, Suparlan,
dik. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan
dalam Konteks Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang
http://bananaminions.blogspot.co.id/2015/04/negara-kesatuan-republik-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar