BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap melakukan penelitian harus mempunyai masalah
penelitian yang akan dipecahkan. Perumusan masalah ini bukanlah pekerjaan yang
mudah, termasuk bagi peneliti-peneliti yang sudah berpengalaman. Padahal
masalah selalu ada di lingkungan sekeliling kita.
Titik tolak penelitian jenis
apapun tidak lain bersumber pada masalah. Tanpa masalah, penelitian itu tidak
dapat dilaksanakan. Masalah itu, sewaktu akan mulai memikirkan suatu
penelitian, sudah harus dipikirkan dan dirumuskan secara jelas, sederhana, dan
tuntas. Hal itu disebabkan oleh seluruh unsur penelitian lainnya akan
berpangkal pada perumusan masalah tersebut.
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian
sangat berguna untuk mengatasi kebingungan kita akan suatu hal, untuk
memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan atau untuk menutup celah
antara kegiatan atau fenomena. Karenanya peneliti harus memilih suatu masalah
bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap maslaah
tersebut. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan
langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Karena pentingnya perumusan masalah dalam sebuah
penelitian maka saya membuat makalah dengan bahasan perumusan masalah penelitian
(research question).
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Perumusan Masalah ?
2. Apa manfaat Perumusan Masalah ?
3. Bagaimana Kriteria-kriteria Perumusan Masalah ?
4. Bagaimana Ciri-ciri dan Model Perumusan Masalah ?
5. Bagaimana Pembatasan dan Analisis Perumusan Masalah ?
C.
Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui definisi dari Perumusan Masalah.
2. Untuk mengetahui manfaat Perumusan Masalah.
3. Untuk mengetahui Kriteria-kriteria Perumusan
Masalah.
4. Untuk mengetahui Ciri-ciri
Perumusan Masalah yang Baik.
5. Untuk mengetahui Pembatasan dan Analisis Perumusan Masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau
research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan
sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Ada
beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
·
Menurut Pariata Westra (1981:263) bahwa
“Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan
atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil.”
·
Menurut Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah
adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan kenapa dan kenapa”.[1]
Perumusan
masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa
perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan
tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan
masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya,
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.[2]
Rumusan
masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan penelitian
menurut tingkat eksplanasi.[3]
Rumusan
masalah ini pada hakikatnya adalah deskriptip tentang ruang lingkup masalah,
pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan
demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di
dalam proses penelitian nantinya.[4]
Bentuk
masalah dapat dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif,
asosiatif
1.
Rumusan Masalah Deskriptif
Rumusan
masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan
terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih.
2.
Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan
masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan
keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda,
atau pada waktu yang berbeda.
3.
Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan
masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
a.
Dirumuskan secara jelas
b.
Menggunakan kalimat tanya dengan
mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan
c.
Dapat diuji secara empiris
d.
Menggandung deskripsi tentang kenyataan
yang ada dan keadaan yang diinginkan
e.
Disusun dalam bahasa yang jelas dan
singkat
f.
Jelas cangkupannya
g.
Memungkinkan untuk dijawab dengan
mempergunakan metode atau teknik tertentu.[5]
Bagian
rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui
penelitian. Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar
belakang masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.[6]
Perumusan
masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu
1)
sebagai pendorong suatu kegiatan
penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab
kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2)
sebagai pedoman, penentu arah atau fokus
dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi
dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3)
sebagai penentu jenis data macam apa
yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak
perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang
perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui
perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang
relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4)
dengan adanya perumusan masalah penelitian,
maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan
menjadi populasi dan sampel penelitian
B.
Manfaat Perumusan Masalah
Perumusan masalah memiliki
fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi
pertama adalah sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan
atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu
menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi
kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu
penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat
berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi ketiga dari perumusan masalah,
adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan
oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh
peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu
dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi
tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang
tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya
perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di
dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kegiatan
penelitian yang menggunakan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit
semestinya dapat menghasilkan manfaat. Penelitian harus dilaksanakan dengan
tujuan memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan
efektivitas kerja.[7]
C.
Kriteria-kriteria Perumusan
Masalah
Ada setidak-tidaknya tiga
kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah penelitian
yaitu ;
Kriteria pertama dari suatu perumusan masalah
adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik
pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang
memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena
atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian
adalah bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan
teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan
sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun
sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan
masalah yang baik, juga hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan
pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi
kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses
pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.[8]
D.
Ciri-ciri Perumusan
Masalah
Dalam penelitian
diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri masalah yang baik,
yaitu:
Mempunyai Nilai
Penelitian
Dalam sebuah
penelitian, masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai nilai penelitian.
Dikatakan mempunyai nilai penelitian apabila masalah yang akan diteliti pada
akhir penelitian dapat memberikan manfaat dalam sebuah bidang ilmu tertentu
atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dalam memilih masalah yang baik
peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.
Masalah harus
mempunyai keaslian
Sebuah masalah yang
akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date. Maksudnya adalah
masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain.
Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah atau
aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan semakin berkualitas. Selain
itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah masalah-masalah yang terlewatkan
dari perhatian masyarakat selama ini atau bias juga masalah yang akan
memunculkan sebuah teori baru.
2.
Masalah harus
menyatakan suatu hubungan
Masalah
yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara
variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu diperhatikan
agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna. Biasanya variabel-variabel yang
dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada dalam penelitian dilambangkan
dengan huruf X, Y, dan Z.
3.
Masalah harus
merupakan hal yang penting
Masalah
yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah yang sepele
untuk diteliti. Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian adalah sebuah
fakta dan kesimpulan yang dapat bermanfaat di sebuah bidang tertentu dan dapat
diterbitkan di jurnal ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu, hasil penelitian juga
dapat menjadi bahan referensi dalam menyusun buku-buku teks.
4.
Masalah harus dapat
diuji
Seorang peneliti harus
pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti
hendaknya adalah masalah yang dapat
diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah masalah yang dapat memberikan
implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini dimaksudkan agar penelitian
agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel yang saling
berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat tentu saja dapat diukur.
5.
Masalah harus dapat
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik
adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi peneliti juga harus
dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas, sehingga tidak
membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan
jawaban dan kebenarannya.
6.
Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik
adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut harus
mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan peneliti, yaitu:
a. Data serta metode
untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah
memperhatikan ketersediaan data dan metode terhadap masalah yang akan diteliti.
Hal ini sangatlah penting, karena digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan
metode yang akan digunakan hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang
jelas, sehingga dapat diukur dan akan menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat
akurat.
b. Biaya untuk memecahkan
masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan. Biaya adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh
seorang peneliti pada saat akan melakukan penelitian. Seorang peneliti harus
bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkannya dalam penelitian. Biaya yang
terlalu besar dalam penelitian akan dapat memberatkan peneliti dan dianggap
kurang fleksibel.
c. Waktu untuk memecahkan
masalah harus wajar. Seorang peneliti harus
dapat memperkirakan waktu yang akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah
penelitian yang baik adalah penelitian yang tidak memakan waktu yang terlalu
lama karena akan tidak efektif.
d. Biaya dan hasil harus
seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara
hasil yang diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang. Hal ini penting
karena penelitian harus tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
e. Administrasi dan
sponsor yang kuat. Masalah yang akan diteliti haruslah memiliki administrasi
dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena penelitian tidak dapat
dilakukan tanpa adanya bantuan dari siapa pun dan seorang pembimbing.
f. Tidak bertentangan
dengan hukum dan adat. Masalah yang dipilih untuk diteliti hendaknya tidak
bertentangan dengan hukum dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh peneliti karena akan berpengaruh pada keberlangsungan proses
penelitian.
g. Equipment dan kondisi
harus memungkinkan. Seorang peneliti harus
memperhatikan kondisi pada saat akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya
dilakukan pada saat kondisi yang sedang kondusif agar dapat berjalan lancar.
Tidak hanya itu, peralatan yang dibutuhkan pada saat penelitian juga harus
diperhatikan. Sebaiknya penelitian menggunakan alat-alat yang mudah ditemukan
dan diperoleh.
7.
Sesuai Dengan
Kualifikasi Peneliti
Masalah yang akan
diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat dipecahkan oleh
peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah dilakukan tidak
terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan seorang peneliti
untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti sehingga akan sia-sia. Untuk itu,
peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Menarik bagi peneliti
Masalah yang diteliti
hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting agar peneliti merasa
tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk memecahkannya. Sehingga
penelitian dapat segera diselesaikan.
b. Masalah harus sesuai
dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang diteliti
harus sesuai dengan kualifikasi peneliti. Pertimbangan ini penting karena akan
berpengaruh pada kelancaran dan hasil penelitian. Karena jika peneliti tidak
cukup kompeten dalam bidang masalah yang sedang diteliti, maka hasil yang
diteliti tidak akan akurat.[9]
E.
Pembatasan Masalah
Masalah
adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan.
Pertanyaan, lebih lanjut harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar
tidak menimbulkan kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data
apa sebenarnya yang harus dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya
dapat diambil pada hasil penelitian.[10] Masalah penelitian dapat berasal dari
berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti terlebih dahulu harus melukiskan
masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya berdasarkan
realitas yang ditemukannya. Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik
pengetahuan, waktu, tenaga, biaya dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus
membatasi masalahnya.
Masalah
dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus. Masalah
adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih
yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya
memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan
tersebut dalam hal ini mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau
unsur lainnya. Jika kedua faktor itu diletakkan secara berpasangan akan
menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu yang tidak dipahami
atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu.[11]
Sebagai contoh: fokus penelitiannya adalah ketidakdisiplinan pegawai. Untuk
menelaah penyebabnya peneliti mungkin ingin menelaahnya dari sisi kepemimpinan
atasan, tingkat kesejahteraan, lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan untuk menjajaki penyebab terjadinya
ketidakdisiplinan pegawai. Dengan demikian masalah penelitiannya menjadi
sebagai berikut: Apakah ada kaitan antara kepemimpinan atasan dengan dengan
ketidakdisiplinan pegawai?, Bagaimanakah pengaruh tingkat kesejahteraan, apakah
hal ini menjadi sumber penyebab ketidakdisiplinan pegawai?, Apakah lingkungan
kerja yang tidak kondusif ada kaitannya dengan etos kerja yang menyebabkan
ketidakdisiplinan pegawai?.
Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat
diukur dan dimanage (measurable and managable). Agar dapat diukur maka faktor-faktor
tersebut harus konseptual, artinya faktor tersebut harus didukung oleh
teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya
jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan. Faktor-faktor dapat
di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau
bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Ada
dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian
dengan jalan memaanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi
masalah. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti
membatasi diri dengan upaya menemukan teori dari dasar, maka lapangan
penelitian lainnya tidak akan dimanfaatkan lagi.[12]
Pada contoh tersebut diatas, jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai.
Jadi, peneliti tidak perlu kesana kemari untuk mencari subjek penelitian,
karena dengan sendirinya telah dibatasi oleh fokusnya. Kedua, penetapan fokus
itu berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-keluar
(inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan.
Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus seorang peneliti tahu persis data mana
dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun
mungkin menarik, karena tidak terlalu relevan, tidak perlu lagi dimasukkan
kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
F. Model Perumusan Masalah
Berdasarkan
level of explanation suatu gejala, Loncoln dan Guba sebagaimana yang dikutip
Muhadjir,[13]
membagi model rumusan masalah secara umum dalam tiga bentuk rumusan masalah,
yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
1.
Rumusan masalah deskriptif
Merupakan suatu rumusan
masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi
sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
2.
Rumusan masalah komparatif
Merupakan rumusan
masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks sosial atau
domain satu dibandingkan dengan yang lain.
3.
Rumusan masalah assosiatif
Merupakan hubungan
rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi hubungan antara
situasi sosial atau domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah assosiatif
dibagi menjadi tiga yaitu, hubungan simetris, kausal dan reciprocal atau
interaktif. Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat.
Selanjutnya hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam
penelitian kualitatif hubungan yang diamati atau ditemukan adalah hubungan yang
bersifat reciprocal atau interaktif.
Dalam
penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable
penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian sangat spesifik, dan akan
digunakan sebagai panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori,
hipotesis, insrumen, dan teknik analisis data. Oleh karena itu, rumusan masalah
yang merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu. Namun demikian,
setiap peneliti baik peneliti kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus
membuat rumusan masalah. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan
maksud untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek
lain (in context). Peneliti yang meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap
awal penelitiannya akan mengembangkan fokus penelitian sambil mengumpulkan
data. Proses seperti ini disebut “emergent design”. Namun yang jelas, tidak ada
keseragaman model rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti berasal
dari berbagai macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi
penelitian.
G.
Analisis Perumusan Masalah
Ada enam patokan dalam
melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1. Apakah rumusan masalah tesebut
telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya, apakah dirumuskan secara
proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan kedua-duanya?
2. Apakah rumusan masalah itu
dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya terdapat rumusan
masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika disatukan dengan
tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan penelitian
ataukah tujuan penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah rumusan
masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian, pada “masalah penelitian”
dibahas juga metode penelitianya?
3. Apakah uraianya dalam bentuk
deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian, ataukah dalam
bentuk pertanyaan penelitian saja?
4. Apakah uraian masalah
dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak
terpenuhi?
5. Apakah kata “hipotesis kerja”
dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian? Ataukah hanya
dinyatakan secara implicit?
6. Apakah secara tegas pembatasan
studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau tidak, dan apakah
fokus itu merupakan masalah?
H.
Prinsip-Prinsip Perumusan
Masalah
1. Prinsip Yang Berkaitan Dengan
Teori Dari Dasar
Peneliti hendaknya senantiasa
menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya didasarkan atas upaya
menemukan teori dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan hal itu berarti bahwa
masalah sebenarnya terletak dan berada di tengah-tengah kenyataan, atau faktam
atau fenomena.
2. Prinsip Yang Berkaitan Dengan
Maksud Perumusan Masalah
Pada dasarnya inti hakikat
penelitian kualitatif terletak pada upaya penemuan dan penyusunan teori baru.
3. Prinsip Hubungan Faktor
Fakus atau masalah merupakan
rumusan yang terdiri atas dua atau lebih faktor yang menghasilkan kebingungan.
Faktor-faktor itu dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena.
Definisi tersebut mengarah pada tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan
oleh peneliti pada waktu merumuskan maslah, yaitu :
a. Adanya dua atau lebih factor
b. Faktor-faktor itu dihubungkan
dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna, dan
c. Hasil pekerjaan menghubungkan
tadi berupa suatu keadaan yang membingungkan, suatu keadaan berupa tanda tanya,
yang memerlukan pemecahan atau untuk menjawab.
4. Fokus Sebagai Wahana Untuk
Membatasi Studi
Penelitian kualitatif bersifat
terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu orientasi teori
tertentu. Dalam penelitian kualiatatif, pilihan subjektif peneliti dihormati
dan dihargai. Pilihan itu bisa didasarkan pada paradigma ilmiah atau alamiah.
5. Prinsip Yang Berkaitan Dengan
Kriteria Inklusi-Ekslusi
Perumusan masalah yang baik
adalah yang dilakukan sebelum terjun kelapangan dan yang mungkin disempurnakan
pada awal ia terjun kelapangan akan membatasi peneliti guna memilih data mana
yang relevan dan mana pula yang tidak.
6. Prinsip Berkaitan Dengan
Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Ada tiga bentuk perumusan
masalah, yaitu :
a. Secara diskusi, yakni yang
disajikan secara diskriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan peneliti.
b. Secara proporsisional, yakni
secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna;
dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan ada
pula yang langsung dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan peneliti.
c. Secara gabungan, yakni
terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian ditegaskan lagi dalam
bentuk proposisioanal.
7. Prinsip Sehubungan Dengan
Posisi Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan posisi di
sini tidak lain adalah kedudukan unsur rumusan maslah di antara unsur-unsur
penelitian lainnya. Unsur-unsur penelitian lainnya yang erat kaitannya dengan
perumusan masalah adalah “latar belakang masalah”, “tujuan’, dan “metode
penelitian”.
8. Prinsip Yang Berkaitan Dengan
Hasil Kajian Kepustakaan
Pada dasarnya perumusan
masalah itu tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian kepustakaan yang
berkaitan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perumusan masalah adalah
suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya
sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang
saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai
penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah memiliki beberapa fungsi
siantaranya sebagai berikut; sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian
menjadi diadakan, sebagai pedoman/penentu arah atau fokus dari suatu
penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus
dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus
disisihkan oleh peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para
peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi
populasi dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria dalam
perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya atau yang
bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban
deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria
Kedua bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan
teori. Kriteria ketiga, suatu perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam
konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual.
Ciri-ciri masalah yang baik: Mempunyai Nilai
Penelitian; Masalah harus mempunyai keaslian; Masalah harus menyatakan suatu
hubungan; Masalah harus merupakan hal yang penting; Masalah harus dapat diuji;
Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan; Mempunyai fisibilitas;
serta Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti.
Pembatasan masalah studi
melalui fokus pada dasarnya masalah penelitian
harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar tidak menimbulkan
kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data apa sebenarnya
yang harus dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya dapat diambil
pada hasil penelitian. Masalah dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu
pada sesuatu fokus. Ada dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan
masalah penelitian dengan jalan memaanfaatkan fokus. Pertama, penetapan
fokus dapat membatasi masalah. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi
untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-keluar (inclusion-exlusion
criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan.
Model
perumusan masalah secara umum dapat dibagi dalam tiga bentuk rumusan masalah, yaitu
rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
Analisis perumusan masalah,
Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1. Apakah rumusan masalah tesebut
telah menghubungkan dua atau lebih faktor?
2. Apakah rumusan masalah itu
dipisahkan dari tujuan penelitian
3. Apakah uraianya dalam bentuk
deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian, ataukah dalam
bentuk pertanyaan penelitian saja?
4. Apakah uraian masalah
dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak
terpenuhi?
5. Apakah kata “hipotesis kerja”
dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian? Ataukah hanya
dinyatakan secara implicit?
6. Apakah secara tegas pembatasan
studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau tidak, dan apakah
fokus itu merupakan masalah?
Beberapa
prinsip dalam perumusan masalah yaitu;
1. Prinsip yang berkaitan dengan
teori dari dasar
2. Prinsip yang derkaitan dengan
maksud perumusan masalah
3. Prinsip hubungan factor
4. Fokus sebagai wahana untuk
membatasi studi
5. Prinsip yang berkaitan dengan
kriteria inklusi-ekslusi
6. Prinsip berkaitan dengan
bentuk dan cara perumusan masalah
7. Prinsip sehubungan dengan
posisi perumusan masalah
8. Prinsip yang berkaitan dengan
hasil kajian kepustakaan
B.
Saran
1. Karena perumusan masalah merupakan hulu dari sebuah
penelitian maka kita harus menyusunnya dengan baik agar penelitian yang
dilakukan dapat maksimal dan bermanfaat.
2. Rumusan masalah sebaiknya dibuat dalam bentuk
pertanyaan yang jelas dan padat.
3. Semoga dengan disusunnya
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu pengetahuan
khususnya dalam pembuatan perumusan masalah dalam penelitian kualitatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Muthalib, Metode Penelitian Pendidikan
Islam, Banjarmasin: Antasari Press
Arikunto,
Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
V. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006.
Kunandar,
S.Pd.,M.Si, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Mahsun,
Metode Penelitian Bahasa, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Pesada
Moleong J. Lexy. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Moleong,
Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhadjir,
Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998.
Prof.
Dr. Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan, Bandung: CV. Alfabeta
Sukmadinata Syaodih Nana.
2011. Metode Penelitan Pendidikan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Suprayogo,
Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian
Sosial-Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=394.
tanggal 18 Mei 2015 tanggal 18 Mei 2015
http://armanbram.blogspot.com/2012/12/perumusan-masalah-dalam-penelitian.html.
tanggal 18 Mei 2015.
[2]
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=394
[3] Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:
CV. Alfabeta, Hal. 56
[4] Abdul Muthalib, Metode Penelitian Pendidikan Islam,
Banjarmasin: Antasari Press. Hal. 25
[5] Kunandar, S.Pd.,M.Si, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal.89
[6] Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada. Hal 38
[7] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 31
[8]
https://firdausblogdotcom.wordpress.com/2013/03/30/kriteria-rumusan-masalah/
[9]
http://pou-pout.blogspot.com/2013/01/makalah-rumusan-masalah-penelitian.html
[10] S. Nasution dan M. Thomas, Buku
Penuntun, 85
[11] Lexy J Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 93.
[12]Ibid hal, 94.
[13] Noeng Muhadjir, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 1998), 86.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar